2.1 Penyebab Terjadinya Revolusi Perancis
2.1.1 Penyebab Umum
Dari sekian banyak penyebab terjadinya Revolusi Perancis secara umum dapat dibagi kedalam beberapa sebab, yaitu yang pertama, munculnya aliran rasionalisme dan Aufklarung pada abad ke-18 sebagai akibat dari Renaisance dan Humanisme. Dengan kritik-kritik yang tajam dari mereka untuk menghantam dan melenyapkan berbagai kesalahan. Peranan mereka adalah sebagai pendorong munculnya Revolusi Perancis karena Perancis pada waktu itu penuh dengan kesalahan.
Kedua, munculnya aliran romantika. Romantik adalah faham yang menganggap perasaan dan kepribadian lebih penting daripada rasio. Romantik menganjurkan agar masyarakat Eropa kembali pada alam. Aliran Romantik mulai muncul pada tahun 1750 sebagai reaksi dari kemunculan aliran Rasionalisme. Romantik sangat menghargai insting sehingga dengan insting tersebut nantinya merajalela di kalangan rakyat jelata dan mengharuskan serta meneruskan perjuangan yang tidak mungkin diselesaikan oleh Rasionalisme. Satu diantara tokoh-tokoh dari aliran Romantika yang terkenal adalah J.J. Rouseau.
Ketiga, pengaruh dari faham-faham perang kemerdekaan di Amerika (1774-1783). Pada saat peperangan tersebut, Perancis mengirimkan tentaranya dibawah pimpinan Lafayette untuk membantu Amerika dalam menghadapi Inggris. Namun setelah kembali ke Perancis, pasukan Perancis tersebut mengalami dan merasakan tentang faham baru tentang hak-hak azasi manusia dan demokrasi. Sehingga mereka berkeinginan untuk merubah pemerintahan Perancis yang absolut, menindas rakyat, dan tidak mengenal hak-hak azasai manusia.
Keempat, pengaruh peodalisme di Eropa yang berasal dari zaman abad pertengahan. Dengan adanya pembagian otoritas yang tidak merata menyebabkan munculnya golongan bangsawan yang mempunyai hak istimewa yang bertindak semena-mena terhadap rakyat, dengan menghisap semua hak rakyat dan rakyat hanya dibebani kewajiban (pajak) saja. Sehingga ketidakadilan ini makin lama makin dirasakan oleh rakyat, yang akhirnya menyebabkan meletusnya Revolusi Perancis.
Kelima, Absolut Monarki yang begitu buruk. Absolute Monarki pada masa pemerintahan raja Louis XVI merupakan kekuasaan absolut yang paling buruk pada masanya, dengan sifatnya yang Despotisme, Sehingga orang-orang yang mengkritik kebijakan kerajaan akan ditindas dengan kejam. Akibatnya, hidup masyarakat menjadi terkekang dan tidak ada lagi kemerdekaan. Kemudian Feodalisme, yaitu adanya jaminan hidup bagi golongan bangsawan dan biarawan diatas golongan rakyat yang tidak mempunyai hak. Kemudian Substitutie-Stelsel, yaitu sistem perwalian yang menempatkan golongan bangsawan pada kedudukan yang tinggi, sedangkan wakilnya dari golongan rakyat yang menjalankan kewajiban dengan menerima gajih yang minim. Kemudian administrasi Negara yang Uniform sehingga menyebabkan administrasi Negara menjadi kacau dan merajalelanya tindak korupsi.
Keenam, terjadinya Vacuum of Power, yaitu kekosongan kekuasaan. Padahal hal ini merupakan faktor yang sangat berbahaya bagi Negara karena mrupakan kiesempatan yang baik bagi musuh-musuh Negara untuk menjatuhkan dan menguasai Negara tersebut. Hal inilah yang terjadi di Perancis sehingga mendorong masyarakatnya untuk mengadakan reformasi dan revolusi untuk mengisi kekosongan kekuasaan pemerintahan.
2.1.2 Penyebab Khusus
Sebab khusus yang menjadi pemicu dan menyebabkan meletusnya Revolusi Perancis adalah masalah keuangan Negara. Sejak wafatnya raja Louis ke-XIV, Negara mengalami kekurangan perbelanjaan karena dihambur-hamburkan oleh raja dan para bangsawan untuk kepentingan pribadi. Untuk menutupi kekurangan tersebut, maka Negara melakukan pinjaman uang ke Negara lain yang mengakibatkan Negara mengalami kebangkrutan karena utang Negara melebihi pemasukan yang diperoleh Negara. Akibatnya, Negara mewajibkan para bangsawan untuk membayar pajak. Namun, para bangsawan menolaknya karena menurut mereka masalah pajak adalah persoalan rakyat seluruhnya. Oleh sebab itu mereka mengusulkan untuk mengundang kembali State Generaux (Dewan Permusyawaratan Rakyat) dan raja pun menyutujuinya. Dari sinilah awal dimulainya Revolusi Perancis.
2.2 Berlangsungnya Revolusi Perancis
Secara garis besar kronologis berlangsungnya Revolusi Perancis terdiri dari tujuh tahapan, yaitu:
Etats Generaux, yaitu dibukanya kembali Dewan Permusyawaratan Rakyat pada tanggal 5 Mei 1789.
Assemblee Nationale, yaitu pembentukan Dewan Nasional oleh golongan yang mewakili rakyat, sebagai perwakilan bangsa Perancis, pada 17 Juni 1789.
Constituante, pemerintahan baru (rakyat oposisi) yang menggantikan rejim pemerintahan orde lama (raja dan para bangsawan) (1789-1791).
Legislatif, pemerintahan borjuis (bangsawan baru), dengan bentuk negara berupa Constitutionale Monarchie (1791-1792).
Convention, pemerintahan rakyat jelata dibawah pimpinan Robespierre, dengan bentuk Negara berupa Republik (1792-1795)
Directoire, kembalinya pemerintahan borjuis dengan membagi kekuasaan eksekutif kepada lima orang directeur (1795-1799)
Consulat, pemerintahan yang dipimpin oleh tiga orang consul, dan mulai munculnya Napoleon sebagai seorang otoriter (1799-1804)
Adapun rincian berlangsungnya peristiwa Revolusi Perancis adalah sebagai berikut.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa para bangsawan menolak untuk membayar pajak dan mengusulkan untuk membuka kembali Etats Generaux (Dewan Permusyawaratan Rakyat). Permintaan dari kalangan bangsawan tersebut disetujui oleh raja dengan dibukanya kembali dewan tersebut pada tanggal 5 Mei 1789, kemudian diadakanlah sidang yang diikuti oleh tiga golongan, yaitu golongan I dan II (masing-masing golongan terdiri dari 300 orang) dari kalangan bangsawan, serta golongan III (terdiri dari 600 orang) yang berasal dari kalangan rakyat.
Dalam persidangan ternyata terjadi perselisihan antara golongan I dan II dengan golongan III mengenai permasalahan pengambilan suara. Pengaruh raja yang begitu lemah, menyebabkan raja tidak dapat mengatasi perselisihan tersebut. Akibatnya, golongan III semakin berani untuk tetap beroposisi dan rakyat pun semakin bertambah percaya diri.
Pada tanggal 17 Juni 1789 wakil-wakil golongan III memproklamirkan Etats Generaux sebagai Assemblee Nationale (Dewan Nasional) yang merubah sidang golongan-golongan menjadi sidang seluruh rakyat tanpa golongan. Ini merupakan suatu revolusi, karena pada hakekatnya hal tersebut menunjukan perubahan suatu masyarakat yang feodalistis menjadi demokratis. Sehingga secara politis revolusi Perancis dimulai pada tanggal 17 Juni 1789, namun resminya revolusi tersebut jatuh pada tanggal 14 Juli 1789 dengan diserbunya penjara Bastile.
Pada tanggal 20 Juni 1789 Assemblee Nationale bersumpah bahwa mereka tidak akan bubar sebelum Perancis mempunyai UUD dan mereka menamakan diri sebagai Constituante. Setelah itu, banyak diantara kalangan bangsawan dan agamawan yang menggabungkan diri kedalam Constituante tersebut. Perintah raja untuk membubarkan Constituante pun mengalami kegagalan.
Pada masa ini terjadi pertentangan antara kubu Chouans dan Feuillants dengan kubu Gironde dan Montagne, yang dimenangkan oleh kubu Gironde dan Montagne.
Pada tanggal 14 Juli 1789 rakyat Perancis menyerbu penjara Bastile yang merupakan lambang absolutisme monarchi karena didalamnya dipenjarakan para pemimpin rakyat yang dulu berani menentang kekuasaan dan kesewenangan pemerintah absolute monarchi.
Alasan penyerangan terhadap penjara Bastile tersebut adalah adanya kabar bahwa raja yang gagal membubarkan Constituante telah mengumpulkan tentara di sekitar Paris untuk menggagalkan revolusi dan rakyat pun membutuhkan senjata untuk mempertahankan diri, sehingga mereka berusaha mengambil persediaan senjata di penjara Bastile.
Dengan direbutnya penjara tersebut dianggap sebagai permulaan dari revolusi dan dijadikan sebagai “Hari Nasional Perancis”. Bendera Bourbon (raja) pun diganti dengan bendera nasional (biru, putih, merah), dan tentara nasional dibentuk dibawah pimpinan Lafayette. Sejak itu raja dan golongan bangsawan tidak berkuasa lagi, namun rakyat jelatalah yang berkuasa dan memegang tampuk pimpinan Negara.
Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh pemerintahan baru adalah menghapus Encien Regime (pemerintahan lama) dan menyusun pemerintahan baru. Penghapusan dijalankan secara tegas, semua hak-hak istimewa dan sebutan-sebutan bangsawan dihapuskan, Gilde dihapuskan sehingga perdagangan menjadi bebas. Kaum agama dijadikan pegawai biasa dan semua milik gereja disita. Hal ini menimbulkan pertentangan antara kaum revolusioner Perancis dengan Paus di Roma. Akibatnya kaum agama dianggap sebagai musuh revolusi dan revolusi menjadi bersifat anti agama Katolik Roma. Selain itu, pemerintahan lama yang telah hancur digantikan oleh pemerintahan baru yang disusun oleh kaum revolusioner.
Dasar dari pemerintahan baru ini adalah “Declaration des droits de l’homme et du citoyen”, yaitu pernyataan hak-hak manusia dan warga Negara, yang diumumkan pada tanggal 27 Agustus 1789.
Pada tanggal 14 Juli 1790 UUD Perancis telah berhasil dirancang dan disahkan. Pada masa ini terjadi pertentangan antara partai pemenang, yaitu antara Gironde dan Montagne. Namun, pertentangan ini akhirnya dimenangkan oleh kelompok Gironde. Sehingga Perancis menjadi Negara Constitutionale Monarchie. Sifat Constituante adalah liberal. Rakyat dipimpin dan diperintah oleh kaum borjuis yang menggantikan kedudukan bangsawan dan merupakan bangsawan baru di Perancis.
Setelah penyusunan UUD selesai, maka Konstituante bubar pada tahun 1791 dan digantikan dengan pemerintahan yang disebut Legislatif. Pada masa ini penuh dengan kekacauan karena terjadinya perebutan kekuasaan antara Kaum Borjuis (bangsawan baru) yang menginginkan Konstitusional Monarki dengan rakyat jelata yang menghendaki Negara Republik.
Kekacauan ini dipicu oleh masalah raja. Kaum Borjuis menginginkan Negara Konstitusional Monarki karena memandang bahwa raja yang lemah akan berguna bagi mereka sebagai alat dan perisai untuk mengendalikan rakyat yang semakin tidak terkontrol, sehingga perjuangan rakyat untuk ikut merasakan hasil revolusi dituduh oleh kaum Borjuis sebagai tindakan anarchie.
Sementara itu, dilain pihak rakyat jelata menghendaki Negara berbentuk Republik. Hal itu karena raja tidak dapat mereka percayai lagi, setelah raja melakukan pelanggaran sumpah setianya terhadap UUD, sehingga dalam penilaian rakyat raja merupakan seorang penghianat yang harus dihukum daripada dipertahankan kedudukannya.
Keyakinan rakyat tersebut diperkuat dengan adanya Perang Koalisi I. Austria dan Prusia bersatu untuk menyerbu Perancis dan mengancam rakyat Perancis dengan hukuman yang seberat-beratnya bila berani mengganggu raja (Louis XVI) beserta keluarganya. Hal ini menyebabkan rakyat memandang bahwa Louis XVI mempunyai hubungan dengan pihak asing yang akan menyerbu dan menggagalkan revolusi dan hal ini menunjukkan bahwa raja merupakan seorang pengecut dan penghianat cita-cita revolusi. Oleh sebab itu, raja Louis XVI dan keluarganya ditangkap untuk diadili lebih lanjut.
Dengan adanya Perang Koalisi I yang bermaksud untuk menghentikan revolusi justru manambah semangat rakyat Perancis untuk melakukan revolusi. Hal ini juga diperkuat dengan diperolehnya kemenangan atas tentara Prusia di daerah Valmy.
Tanda-tanda akan adanya terror sudah mulai tampak dengan dibunuhnya para bangsawan yang telah ditawan. Kaum Borjuis yang pada saat itu masih memimpin revolusi mulai kehilangan kendali atas rakyat jelata yang semakin bersifat radikal dan anarki.
Masa Convention dimulai dengan pertentangan antara kelompok Montagne dengan Gironde mengenai Raja Louis yang telah melarikan diri dan di tangkap kembali. Montagne (rakyat) menginginkan agar raja dihukum karena telah menghianati sumpahnya terhadap UUD, sedangkan Gironde (kaum borjuis) menginginkan agar raja dipertahankan untuk mengendalikan rakyat yang mulai menampakkan sifat agresif. Namun, pertentangan kali ini dimenangkan oleh kelompok Montagne sehingga kerajaan dihapuskan dan diganti menjadi Republik (1792), kemudian Louis XVI dihukum mati.
Adanya interpensi pihak asing, yaitu dengan bergabungnya Austria dan Prusia untuk menyerbu Perancis dan menghentikan revolusi Perancis dalam Perang Koalisi I menyebabkan Revolusi Perancis menjadi semakin kuat karena rakyat Perancis menganggap Perang Koalisi I itu sebagai usaha dari raja-raja untuk menindas kembali rakyat yang telah bebas. Sehingga interpensi yang bertujuan untuk menyelamatkan Louis XVI sekeluarga, justru menjadi sebaliknya dan malah menyebabkan mereka semua terbunuh.
Convention merupakan kemenangan rakyat jelata atas kaum borjuis. Rakyat jelata ini lazimnya disebut Commune, yang artinya rakyat dari Comune (kota praja) Paris, karena rakyat Parislah yang menjadi pelopor dan dijadikan sebagai pusat revolusi.
Ketika kelompok Montagne memegang pemerintahan, kondisi Perancis begitu kritis, karena musuh dari luar berhasil mengalahkan Perancis. Ditambah lagi terjadinya pemberontakan-pemberontakan dari dalam negeri (pemberontakan golongan bangsawan dan kelompok Gironde), kondisi ekonomi mengalami kekacauan, uang kertas merosot nilainya dan terjadinya inflasi. Di kota terjadi kekurangan makanan karena para petani hanya mau menjual bahan makanan kalau dibeli dengan uang logam, yang digunakan sebelum berlangsungnya Revolusi Perancis. Tindakan para petani ini sebetulnya adalah sabotase dari kaum Gironde, yang kebanyakan mereka merupakan tuan tanah, untuk menjatuhkan pemerintahan Montagne.
Keadaan Negara yang kacau balau menyebabkan kaum Montagne yang merupakan pemegang pemerintahan bertindak tegas dan radikal, demi keselamatan dan stabilitas Negara. Tindakan-tindakan inilah yang menimbulkan akses negative, sehingga pemerintahan Montagne, yang pada saat itu berada dibawah pimpinan Robespierre, disebut sebagai pemerintahan terror. Adapun kebijakan-kebijakan yang diambil Robespierre tersebut diantaranya adalah:
dibentuknya pemerintahan revolusioner yang bersifat sementara, serta dibentuknya Comite de Surete Generale sebagai badan eksekutif.
adanya kebijakan Levee en masse, yaitu keharusan bagi semua orang yang dapat bertempur untuk masuk tentara, demi menyelamatkan Negara. Karena pada saat itu Perancis dalam keadaan bahaya akibat adanya pemberontakan dari golongan bangsawan di daerah Vendee dan musuh dari luar telah berhasil menguasai daerah Verdun.
Negara dibersihkan dari para penghianat dengan tindakan-tindakan yang radikal, sehingga Robespierre muncul sebagai seorang dictator.
kekayaan milik gereja dan para bangsawan yang melarikan diri ke luar negeri disita dan dijual untuk kepentingan Negara.
pemilik tanah dan petani diberi sebagian dari hasil tanahnya untuk mencukupi kehidupan mereka, sedangkan sisanya harus dijual kepada Negara dengan harga maksimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Tindakan-tindakan yang diambil oleh pemerintah Montagne berhasil dengan baik. Musuh dari luar dapat dihalau, musuh dari dalam dapat diatasi, inflasi dapat ditahan dan keadaan ekonomi mulai membaik. Dipandang dari sudut yuridis pemerintahan Montagne dibawah pimpinan Robespierre memang merupakan pemerintahan terror, namun dipandang dari sudut politis pemerintahan inilah yang menyelamatkan Negara Perancis dari keruntuhan.
Setelah keberhasilannya tersebut, Robespierre menjadi tokoh yang sangat popular di kalangan masyarakat Perancis. Namun, setelah kondisi normal kembali, terjadi Pemberontakan Thermidor (1794) yang berhasil menggulingkan pemerintahan Robespierre dan menghukumnya dengan guillotine. Sehingga berakhirlah pemerintahan Robespierre dan digantikan kembali oleh kaum Gironde.
Adapun yang menjadi penyebab jatuhnya pemerintahan Robespierre adalah adanya keinginannya untuk membagi rata semua milik rakyat, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan hasil dari Revolusi Perancis. Namun, kaum Gironde yang terdiri dari tuan-tuan tanah yang kaya, menentang hal itu dan menuduh Robespierre menyalahi dasar Revolusi Perancis yang termaktub dalam “Declaration des Droits de l’homme et du citoyen”. Sehingga akhirnya mereka melakukan pemberontakan Thermidor.
Selain itu, kejatuhan pemerintahan Robespierre disebabkan juga oleh tindakan terror dan arogannya untuk memaksakan kehendaknya. Dulu rakyat dapat menerima tindakan terror pemerintahan Robespierre karena keadaa Negara yang sedang kacau, namun setelah kondisi stabil, maka tindakan tersebut menjadi tidak disukai oleh rakyat karena mereka telah jemu melihat terjadinya pertumpuhan darah.
Setelah Robespierre jatuh, maka tidak ada lagi orang yang disegani. Sehingga terjadilah “krisis gezag”. Keadaan menjadi kacau kembali, setelah kaum borjuis berkuasa lagi dan mengadakan terror balasan terhadap kaum Montagne yang disebut “teurreur Blanche” (terror putih). Mereka menghapuskan peraturan harga maksimum, sehingga nilai mata uang menjadi merosot, inflasi merajalela, keadaan ekonomi kacau, dan rakyat berontak menuntut adanya bahan makanan.
Kaum Gironde (borjuis) yang telah menang atas kaum Montagne (rakyat) kemudian membubarkan Convention, selanjutnya mereka membentuk pemerintahan Directoire. Pemerintahan ini hanya merupakan kelanjutan dari pemerintahan Gironde. Mereka lebih suka bekerja sama dengan pihak militer yang dipimpin oleh Napoleon, daripada dengan kaum Montagne yang merupakan kelompok rakyat jelata.
Sifat lemah dari pemerintahan Gironde, yang korup dan tidak berwibawa menyebabkan rakyat menjadi apatis. Akhirnya pada tahun 1795 muncullah Napoleon Bonaparte sebagai seorang tokoh militer yang berani dan tangguh di medan pertempuran, sehingga militer Perancis menjadi sangat kuat dan ditakuti oleh musuh-musuhnya. Hal ini membuat rakyat Perancis menjadi segan dan mengagung-agungkan Napoleon.
Pada tahun 1799, setelah kembali dari Mesir, dengan kekuatan militer Napoleon berhasil membubarkan pemerintahan Directeur dan membentuk pemerintahan baru yang disebut Consulat. Pada hakekatnya Perancis bukan merupakan pemerintahan demokrasi, melainkan sebuah pemerintahan otokrasi yang dipimpin oleh Napoleon sebagai pucuk pimpinan pemerintahan Perancis. Sehingga berbagai kebijakan Negara ditentukan oleh Napoleon.
Langkah-langkah yang diambil Napoleon dan merupakan kebijakannya dalam memimpin pemerintahan, terutama dalam bidang politik, diantaranya adalah:
1. Membentuk pemerintahan yang stabil dan kuat, dengan cara menetralisir pemerintahan, administrasi secara uniform, menjamin keadilan dengan membuat kitab undang-undang hukum perdata (Code Civil) dan peraturan-peraturan hukum yang sebelumnya berbeda di tiap propinsi, menjadi uniform bagi seluruh wilayah Negara.
2. Mengembalikan stabilitas keamanan dalam negeri, dengan cara menghilangkan faham propinsialisme dengan membagi Negara kedalam beberapa propinsi yang batas-batasnya diubah, kemudian menerima kembali para bangsawan yang pada saat revolusi melarikan diri ke luar negeri, dengan syarat mereka tidak boleh menuntut kembali harta kekayaan milik mereka yang telah disita oleh rakyat, serta mengadakan Concordat dengan Paus Pius VII untuk membereskan konflik dengan kalangan agamawan yang terjadi selama revolusi.
3. Memberikan kesejahteraan kepada rakyat, dengan cara menjamin keamanan, membuat jalan-jalan besar, memperbaiki dan merenovasi pelabuhan-pelabuhan, menjalankan kembali perindustrian yang selama revolusi mengalami kelumpuhan dengan memberikan subsidi terhadap perusahaan-perusahaan dalam negeri, memperindah kota, dan pembuatan fasilitas umum lainnya.
4. Membawa kejayaan Negara Perancis melalui berbagai kemenangan, sehingga dibawah pemerintahan Napoleon, Perancis berubah menjadi Negara terbesar di Eropa dan sangat disegani baik oleh kawan ataupun lawan-lawannya. Hal tersebut terbukti dengan kemenangan Perancis yang gemilang dalam Perang Koalisi I (1792-1797) dan Perang Koalisi II (1799-1802).
Kebijakan pemerintahan Napoleon tersebut berhasil dengan baik. Hal ini berkat kekuatan dan kepandaian dirinya dalam menjalankan pemerintahan. Rakyat Perancis begitu memuja dan mengagung-agungkan Napoleon sebagai penyelamat Perancis. Hal ini menyebabkan munculnya Napoleon sebagai penguasa mutlak, sehingga Napoleon mengangkat dirinya sebagai kaisar Perancis dengan dinobatkan sabagai kaisar oleh Paus Pius VII pada tanggal 2 Desember 1804.
2.3 Berakhirnya Revolusi Perancis
Revolusi Perancis dianggap berakhir dengan dibubarkannya Direuctoire pada tahun 1799 dan dibentuknya Consulat yang dikuasai seluruhnya oleh Napoleon. Pada hakekatnya pemerintahan Napoleon merupakan satu rangkaian peristiwa dengan revolusi Perancis. Dalam hal ini pemerintahan Direuctoire merupakan masa peralihan dari Revolusi Perancis ke pemerintahan Napoleon, dan pemerintahan Consulat merupakan pendahuluan dari kekaisaran Napoleon di Perancis.
2.4 Dampak Revolusi Perancis
2.4.1 Dampaknya Terhadap Masyarakat Perancis
Bagi rakyat Perancis dampak atau akibat positif sebagai hasil dari sebuah revolusi adalah terjadinya peleburan enciem regime, dari pemerintahan absolute yang tidak mengenal hak-hak azasi manusia menjadi pemerintahan liberal yang berdasarkan hak-hak azasi manusia.
Selain itu, akibat-akibat lainnya sebagai dampak yang ditimbulkan dari Revolusi Perancis yang menyangkut berbagai aspek kehidupan, yaitu:
Dalam aspek Politik, dampak yang ditimbulkan diantaranya adalah:
Ø Dijadikannya undang-undang sebagai kekuasaan tertinggi yang mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ø Munculnya idée mengenai pengertian Republik sebagai suatu bentuk pemerintahan negara.
Ø Tumbuh dan berkembangnya faham demokrasi di kalangan rakyat Perancis
Ø Tumbuh dan berkembangnya rasa Nasionalisme dan patriotisme di kalangan rakyat Perancis.
Ø Munculnya idée tentang aksi revolusioner untuk mengubah suatu tatanan Negara secara cepat.
Dalam aspek Ekonomi, dampak yang ditimbulkan diantaranya adalah:
Ø Penghapusan Gilde, sehingga perdagangan menjadi bebas dan mengalami kemajuan.
Ø Tumbuhnya industri yang besar, terutama setelah adanya kebijakan dari Napoleon untuk mensubsidi perusahaan-perusahaan dalam negeri yang mengalami kelumpuhan karena terjadinya kekacauan yang berkepanjangan pada masa revolusi.
Ø Petani menjadi pemilik tanah, setelah para bangsawan yang memilikinya melarikan diri ke luar negeri pada saat revolusi, sehingga tanah milik mereka disita dan menjadi milik rakyat. Serta tanah yang berhasil disita dari pihak gereja, yang kemudian menjadi milik rakyat.
Ø Dihapuskannya sistem pajak peodal, yang dipungut oleh para bangsawan dan agamawan, sehingga beban yang ditanggung rakyat menjadi berkurang dan kesejahteraan rakyat pun menjadi meningkat.
Dalam aspek Sosial, dampak yang ditimbulkan diantaranya adalah:
Ø Penghapusan Peodalisme, menyebabkan terwujudnya kesamaan harkat dan martabat seluruh masyarakat Prancis, dan pengakuan atas hak asasi manusia.
Ø Munculnya susunan masyarakat baru, yaitu golongan borjuis yang menggantikan kedudukan bangsawan dan biarawan. Adapun kedudukan biarawan sendiri menjadi sama dengan warga masyarakat lainnya, tanpa memiliki suatu keistimewaan.
Ø Adanya pendidikan dan pengajaran yang merata di seluruh lapisan masyarakat, sehingga tingkat kecerdasan masyarakat semakin meningkat.
Ø Adanya Code Napoleon yang memberi kesempatan bagi perkembangan hukum.
2.4.2 Dampaknya Terhadap Masyarakat Dunia
Selain di Perancis, Revolusi Perancis juga berpengaruh terhadap perkembangan dunia internasional, khususnya bagi Negara-negara yang ada di Eropa. Diantara dampak yang ditimbulkan dari adanya Revolusi Perancis terhadap dunia internasional yang menyangkut berbagai aspek kehidupan adalah:
Dalam aspek Politik, dampak yang ditimbulkan diantaranya adalah:
Ø Tersebarnya faham liberalisme, yang memisahkan antara urusan akhirat dengan urusan keduniawian, ke berbagai Negara Eropa dan Negara-negara lainnya di seluruh dunia.
Ø Muncul dan berkembangnya demokrasi ke Negara-negara di dunia, sebagai kekuasaan yang bersumber dari, oleh dan untuk rakyat.
Ø Tumbuh dan berkembangnya rasa Nasionalisme, terutama di Negara-negara yang masih menerapkan sistim peodal ataupun bangsa-bangsa yang masih terjajah.
Ø Menyebarnya idée tentang aksi revolusioner, yang memotifasi masyarakat untuk melepaskan dan membebaskan diri dari ketertekanan dan ketertindasan.
Dalam aspek Ekonomi, dampak yang ditimbulkan diantaranya adalah:
Munculnya industri-industri di Eropa, setelah mengikuti kebijakan yang dilakukan Napoleon berupa subsidi dari pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan dalam negeri.
Kehidupan perdagangan beralih dari daerah pantai Eropa ke daerah pedalaman, sehingga menyebabkan terjadinya persaingan dalam perekonomian, dan tidak adanya lagi monopoli perdagangan.
Negara-negara yang ada di daerah pantai seperti Inggris menjadi kehilangan pasar di Eropa.
Dalam aspek Sosial, dampak yang ditimbulkan diantaranya adalah:
Penghapusan peodalisme yang menyebar ke Negara-negara di Eropa, yang kebanyakan negaranya berbentuk kerajaan.
Pendidikan dan pengajaran yang merata di seluruh kalangan masyarakat di Eropa.
Adanya Code Napoleon yang menjadi dasar dan acuan dalam pembuatan dan pengembangan hukum-hukum yang ada di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar