Sabtu, 27 Maret 2010

REVOLUSI FILIPINA (1987)

Latar Belakang Peristiwa

Pertengahan bulan September 1972, kehidupan politik di Filipina sedang mengalami kekacauan. Sejak pertengahan Agustus hingga pertengahan Septmber 1972 terdengar banyak letupan bom yang meledak di tengah-tengah kota Manila sehingga situasi menjadi genting dan dirasakan begitu mencekam oleh penduduk Manila.
    Berkaitan dengan peristiwa tersebut, Marcos yang pada saat itu menjabat sebagai Presiden Filipina menuduh organisasi NPA (New People Army) yang berhaluan Komunis, menjadi otak dibalik kerusuhan-kerusuhan tersebut. Sebaliknya, pihak NPA pun melalui senator Benigno “Ninoy” Aquino menuduh bahwa Presiden Marcos harus bertanggungjawab atas terror-teror yang sedang berlangsung.
    Untuk merealisasikan tuduhannya terhadap NPA, maka Marcos merencanakan akan mengeluarkan UU darurat, dan untuk mendukung rencana tersebut maka dibentuklah suatu operasi yang diberi nama Operasi Sagitarius. Seluruh rencana yang disebut Marcos sebagai Operasi Sagitarius merupakan persiapan untuk melegitimasikan UU darurat dan menutup berbagai ide demokrasi yang dilancarkan oleh pihak Komunis.
    Di tempat lain, dalam sebuah pertemuan senat, Ninoy mencurigai bahwa rencana Operasi Sagitarius bertujuan untuk menghantam kebebasan-kebebasan sipil dengan pemerintahan militer Marcos. Namun, sembilan hari kemudian, yaitu Jum’at tanggal 22 September 1972, Presiden Marcos mendeklarasikan UU darurat sehingga demokrasi di Filipina dihancurkan. Hari itu juga Ninoy Aquino menjadi orang yang pertama kali ditangkap, kemudian diasingkan ke Boston, amerika Serikat.
    Setelah beberapa tahun berada di pengasingan, maka pada tahun 1983 Ninoy Aquino bermaksud untuk kembali ke Filipina dan meneruskan perjuangannya dalam mewujudkan sebuah demokrasi di Filipina. Namun, pada saat kedatangannya, ketika berada di bandara dan baru turun dari pesawat, ia dibunuh oleh penembak gelap yang diduga merupakan suruhan dari Presiden Marcos.
    Kematian Aquino yang begitu tragis menggugah hati rakyat banyak sehingga muncul suatu perasaan atau pesan berupa Comitment to Political Action, yaitu komitmen terhadap aksi politik menyangkut hakikat kemanusiaan itu sendiri, dan komitmen ini adalah untuk seumur hidup.

Berlangsungnya Peristiwa Revolusi

Setelah peristiwa terbunuhnya Aquino pada tahun 1983 maka muncullah Comitment to Political Action yang mendasari munculnya pergerakan-pergerakan dan aksi-aksi yang menentang Pemerintahan Marcos dan menuntut diberlakukannya sebuah demokrasi di Filipina. Namun, ternyata hal tersebut tidak membuat Presiden Marcos takut dan jera, karena ternyata peristiwa pembunuhan itu kembali terulang pada tahun 1986. kali ini yang menjadi korbannya adalah  Evilio Javier, seorang tokoh yang sejalan dengan Aquino dan berjuang untuk membangun sebuah demokrasi di Filipina. Ia berusaha berjuang agar pemilu yang akan dilaksanakan di Filipina pada saat itu berlangsung jujur. Namun, ternyata pada tanggal 11 Februari 1986 ia ditembak oleh pasukan bersenjata Marcos sehingga apa yang menjadi cita-citanya dalam mewujudkan sebuah demokrasi di Filipina belum dapat terlaksana, Javier meninggal pada usia 43 tahun.
    Peristiwa pembunuhan terhadap Evilio Javier membuat rakyat Filipina teringat kembali pada peristiwa pembunuhan terhadap Aquino empat tahun silam sehingga hal itu membuat kemarahan rakyat Filipina tidak dapat terbendung lagi, demo-demo dan aksi-aksi penentangan terhadap pemerintahan Marcos pun berlangsung di berbagai tempat di Filipina. Akibatnya, situasi dan kondisi di Filipina, terutama di Manila, semakin tidak stabil.
    Ketika kondisi keamanan di Filipina sedang kritis, pada hari sabtu, tanggal 22 Februari 1986, di Manila berlangsung sebuah peristiwa yang menjadi titik balik dan sangat menentukan bagi sejarah masa depan bangsa dan Negara Filipina. Juan Ponce Enrile yang menjabat sebagai menteri keamanan pada saat itu, bersama Fildel V. Ramos, yang menjabat sebagai Pimpinan Angkatan Bersenjata Filipina, secara resmi membuat sebuah pernyataan berupa mosi tidak percaya terhadap Pemerintahan Presiden Marcos. Pernyataan tersebut diumumkan di Camp aguinaldo dan Camp Crame yang sekaligus dijadikan sebagai pusat perlawanan dan pertahanan dalam menentang Pemerintah Marcos.
    Untuk menyukseskan aksinya tersebut, maka Enrile dan Ramos meminta bantuan Kardinal Sin supaya mempengaruhi masa, agar aksi revolusi yang mereka lakukan berhasil dan mendapat dukungan dari rakyat Filipina.
    Dalam memutuskan dukungannya terhadap Enrile dan Ramos, besar sekali resiko yang akan diterima baik oleh Kardinal Sin secara pribadi, maupun oleh seluruh masa yang dia gerakan. Dilemma yang dihadapi Kardinal Sin bukan semata-mata logika perhitungan korban dan untung rugi politis. Namun, juga mengenai masa depan Gereja Katolik dan seluruh umatnya di Filipina. Gereja dan seluruh unsurnya memang menginginkan perubahan social terjadi di Filipina. Namun, bukan melalui perjuangan politik dan pertempuran senjata, melainkan dengan jalan spiritual dan moral.
    Akhirnya Kardinal sin mengambil keputusan untuk mempertaruhkan kehidupannya dan masa depan Gerja Katolik di Filipina dengan melawan keangkaramurkaan Marcos dan mendukung aksi yang dilakukan oleh Enrile dan Ramos.
    Pada pukul 13.30 sekitar 50.000 orang berkumpul dan membuat barikade guna menghadapi berbagai kemungkinan serta membendung pasukan Marcos yang akan menuju Camp Aguinaldo dan Camp Crame, sebagai tempat Enrile dan Ramos berada. Selain itu, sebagai media propaganda untuk mempengaruhi rakyat Filipina agar turut mendukung aksi tersebut, digunakan studio radio Veritas. Tetapi menjelang fajar, studio tersebut diserbu dan berhasil dikuasai oleh pasukan bersenjata Marcos sehingga tempat penyarannya dipindahkan ke tempat lain yang lebih aman.
    Sore hari, pasukan bersenjata Presiden Marcos dibawah pimpinan Jendral Todiar keluar dari Fort Bonafacio, tempat kediaman Marcos, menuju Camp aguinaldo dan Camp Crame untuk menghentikan aksi perlawanan yang dilakukan oleh Enrile dan Ramos. Namun, ketika mereka mendekati daerah yang dituju, ternyata semua jalan telah diblokir oleh sekitar 250.000 orang penduduk sehingga rencana mereka untuk menyerang ke Camp Aguinaldo dan Camp Crame menjadi gagal dan dengan mengambil berbagai resiko mereka kembali lagi ke Bonafacio.
    Setelah mengalami kegagalan dalam serangannya yang pertama, pada hari Senin tanggal 24 Februari 1986, hari ketiga dari revolusi, pukul 16.15 Jendral Ver sebagai tangan kanan Presiden Marcos sudah mempersiapkan pasukannya dalam rangka menyerbu markas Enrile dan Ramos untuk yang kedua kalinya. Kali ini dengan menggunakan gas air mata, pasukan bersenjata Marcos berhasil memporakporandakan barikade manusia yang terdiri dari masyarakat yang mendukung perlawanan dan perjuangan Enrile serta Ramos. Setelah itu mereka menuju Camp Aguinaldo dan Camp Crame. Namun, niat mereka kembali terhambat setelah lagi-lagi terdapat barikade manusia yang jumlahnya lebih besar, menghalangi jalan mereka menuju tempat sasaran.
    Jendral Ver kemudian memanggil pesawat tempurnya untuk menghancurkan Camp Aguinaldo dan Camp Crame. Dua juta orang Filipina yang tumpah di sepanjang Edsa telah pasrah. Mereka hanya bias berlutut dan berdoa ketika helicopter-helikopter pasukan Jendral Ver beterbangan diatas mereka. Namun, dengan penuh keberanian dan kesabaran mereka tetap berkumpul tanpa beranjak sedikit pun dari tempatnya, walaupun mereka tahu dan sadar bahwa nyawa mereka sebagai taruhannya.
    Akhirnya suatu keajaiban terjadi ketika pesawat-pesawat tempur pasukan Jendral Ver mendarat, dan keenam belas pilotnya berloncatan dengan malambaikan sapu tangan putih. Mereka semua berbelot dari Presiden Marcos dan bergabung kepada masyarakat yang melakukan aksi perlawanan.
    Revolusi telah mencapai keberhasilannya. Sekitar 90 % dari 250.000 kekuatan militer Filipina telah bergabung dengan Enrile dan Ramos. Pada tanggal 24 Februari, sekitar pukul 15.00, Cory, istri dari Ninoy Aquino, turun ke Edsa dan berpidato seraya menganjurkan kepada kedua belah pihak yang bertikai untuk segera menghentikan pertikaian dan mulai berdamai. Dan akhirnya pada hari Selasa tanggal 25 Februari 1986 pukul 10.50 dilakukan pengangkatan Cory sebagai Presiden Filipina yang baru.
    Pada hari yang sama, di tempat lain, Marcos juga dilantik menjadi Presiden. Sekitar tiga ribu orang sengaja didatangkan untuk mengikuti upacara pelantikan yang terkesan ganjil tersebut. Setelah itu, pada pukul 21.00 dua helicopter mendarat dengan membawa keluarga Marcos dan Jendral Ver. Kemudian kedua helicopter itu terbang meninggalkan Istana Malacanang, sebagai tempat kediaman presiden.
    Setelah keberangkatan kedua helicopter tersebut, maka ribuan orang Filipina masuk ke Istana Malacanang. Sehingga untuk pertama kalinya rakyat Filipina bisa masuk ke Istana tersebut setelah sekian lama Pemerintah Marcos melarangnya, semenjak Marcos memberlakukan UU darurat pada tahun 1972.

Analisis Peristiwa 

A. Sebab-Sebab Terjadinya
    Revolusi yang terjadi di Filipina merupakan puncak dari konplik yang selama ini terjadi antara presiden Marcos dengan elit politik dan juga rakyat yang selama ini tertindas. Konplik merupakan gejala kemasyarakatan yang senantiasa ada dalam kehidupan masyarakat yang tidak mungkin dihilangkan, sebagaimana perubahan sosial. Oleh karena itu kita hanya dapat mengendalikannya agar konflik yang terjadi. Diantara berbagai kekuatan sosial yang berbeda dan saling berlawanan tidak akan terwujud dalam bentuk kekerasan (teori konflik strukturalist). Dan hal inilah yang dibuktikan oleh rakyat Filipina, bahwa mereka mau tidak mau menerima dan mengalami suatu konflik, namun untuk menyelesaikannya, mereka mampu mengendalikan diri. Sehingga penyelesaian konflik berujung pada sebuah revolusi yang berlangsung secara damai tanpa melalui kekerasan.
    Adapun mengenai sebab-sebab terjadinya konflik, maka berdasarkan teori konflik strukturalist revolusi yang terjadi di Filipina ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu adanya pembagian kewenangan atau Otoritas secara tidak merata, sehingga memunculkan dua kelompok yang berbeda dan saling bertentangan. Yaitu kelompok yang memiliki otoritas, dalam hal ini adalah kelompok Marcos, yang memiliki kepentingan untuk mempertahankan status quo, dan kelompok yang tidak memiliki otoritas, dalam hal ini adalah kelompok elit politik dan rakyat, yang memiliki kepentingan untuk merombak status quo.
    Selain itu, Revolusi di Filipina juga di sebabkan oleh tidak berfungsinya lembaga-lembaga Negara, terutama lembaga legislatif, yang berfungsi sebagai pengendali konflik karena sudah dipengaruhi oleh  Marcos dan digunakan untuk kepentingannya. Akibatnya konflik yang terjadi tidak dapat diselesaikan dan menjadi terselubung  atau mengendap , sehingga setelah sekian lama konflik itu memuncak dan pecah dalam bentuk revolusi, yang dipicu oleh terbunuhnya Benigno Aquino.
    Semua yang telah dipaparkan diatas adalah penyebab-penyebab umum terjadinya revolusi di Filipina berdasarkan sudut pandang teoritis. Adapun sebab-sebab khususnya adalah sebagai berikut:
1.1    Pemerintah yang Diktator
Selama rezim  pemerintahan marcos kebebasan dan hak-hak yang dimiliki rakyat begitu di kekang dan di belenggu . dengan menggunakan kekuatan militer yang berada dibawah kendalinya sebagai presiden Marcos senantiasa menekan dan menumpas lawan-lawan politiknya serta gerakan-gerakan atau kelompok-kelompok  yang menentang kebijakannya.sehingga Marcos tumbuh dan muncul sebagai penguasa yang diktator serta menjadi rezim yang sangat kuat dan begitu lama berkuasa di Filipina.
    Diantara sekian banyak tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Marcos terhadap rakyatnya adalah pencekalan, penangkapan dan pembunuhan terhadap lawan-lawan politiknya, diantaranya pencekalan yang dilakukannya terhadap Ninov Aquino dengan mengasingkan dia ke Amerika Serikat. Bahkan akhirnya Ninov Aquino pun dibunuh pada saat kembali dari pengasingannya. Dan kasus-kasus seperti itu sering terjadi pada tokoh-tokoh yang menjadi lawan politiknya dimasa Marcos berkuasa, diantaranya pula terjadi pada Evillio Javier yang ditembak oleh pasukan bersenjata marcos pada tahun 1986.
    Tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Marcos tersebut mengakibatkan rakyat bangkit dan
berusaha berontak untuk melepaskan diri dari tekanan pemerintah Marcos yang diktator demi meraih kebebasan dan kemerdekaannya. Sehingga semuanya berkumpul menjadi suatu tekad bersama yang bulat untuk mengadakan perubahan, walaupun nyawa sebagai taruhannya. Dan semua itu terealisasikan dalam bentuk sebuah revolusi.
    Bila ditinjau dari sudut pandang teoritis, maka sikap diktator yang di peragakan oleh marcos tersebut dapat dikategorikan sebagai sebab individual , yang bersumber pada bakat-bakat individa berdasarkan faktor fsikologis. Sehingga sebab individual tersebut menjadi penyebab terjadinya konflik yang berujung pada sebuah revolusi.
1.2    Pemerintahan Yang Korup
Dengan adanya pembagian otoritas yang tidak merata dalam berbagai bidang, menyebabkan munculnya kelompok sosial yang berbeda, yaitu kelompok  kelas  atas yang terdiri dari keluarga Marcos dan kalangan-kalangan tertentu yang mendukungnya serta kelompok kelas bawah yang terdiri dari rakyat jelata yang senantiasa ditindas.
    Dengan adanya kelompok atas yang diberikan otoritas seluas-luasnya dalam berbagai bidang tanpa adanya sebuah kontrol, menyebabkan mereka menjadi kelompok yang sangat korup. Sehingga kekayaan Negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, malah diselewengkan untuk memperkaya diri. Akibatnya muncul suatu kesenjangan sosial yang sangat jauh berbeda antara kelas atas dengan kelas bawah, karena yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Kondisi sosial yang semakin buruk dan perekonomian semakin terpuruk akibat korupsi yang merajalela, telah menyadarkan dan mendorong rakyat Filipina untuk melakukan sebuah perubahan secara cepat melalui suatu revolusi..
    Bila ditinjau dari sudut pandang teoritis, maka kesenjangan sosial yang dipicu oleh adanya korupsi tersebut, dapat dikategorikan sebagai sebab kolektif yang bersumber pada perbedaan sosial. Sehingga hal itu menyebabkan kecemburuan sosial dikalangan kelas bawah, sebagai kelompok yang tidak memiliki otoritas dan mendorong mereka untuk melakukan sebuah perombakan terhadap status quo tersebut secara revolusioner.
1.3    Berkembangnya faham komunis di Filipina
Selama pemerintahan Marcos, pada awal tahun 1970-an komunisme Filipina terbagi kedalam dua kubu, yaitu PKP yang menerima amnesti pemerintahan Marcos pada akhir tahun 1974 dan memberikan bantuan pada usaha pemerintahan dalam melaksanakan program sosial, serta CPP dan NPA yang senantiasa melakukan pemberontakan-pemberontakan. Pada perkembangan selanjutnya organisasi yang mengalami perkembangan yang cukup pesat adalah NPA, sehingga berdasarkan data yang diperoleh, selama periode 1980-1983 seporter NPA meningkat cepat. Oleh sebab itu, wajarlah kalau pemerintahan Marcos merasa khawatir dengan perkembangan tersebut dan berusaha untuk menjegalnya , diantaranya dengan membunuh salah seorang tokoh NPA, Ninoy Aquino, pada tahun 1983, karena marcos takut kalau-kalau mereka dapat mempengaruhi rakyat dan melakukan pemberontakan terhadap pemerintahnya.
    Seperti telah menjadi ciri khas dari gerakan-gerakan yang di lakukan oleh partai-partai komunis diberbagai negara,  yaitu pergerakan yang sifatnya revolusioner untuk merebut kekuasaan walaupun dengan berbagai cara. Begitupun halnya yang terjadi di Filipina. Organisasi-organisasi yang ada di Filipina senantiasa berusaha untuk membangkitkan kesadaran rakyat akan kekurangan dan kesalahan-kesalahan pemerintahan Marcos. Apalagi setelah terbunuhnya Ninoy Aquino. Mereka memanfaatkannya serta mempolitisasi peristiwa tersebut untuk memancing emosi rakyat agar melakukan pemberontakan.
    Walaupun dalam revolusi yang terjadi di Filipina ini bukan dimotori oleh orang-orang NPA, melainkan oleh orang-orang birokrasi yang melakukan pembangkangan terhadap pemerintahan Marcos, namun usaha-asaha yang dilakukan NPA, diantaranya dengan membentuk Nasional Democratic Front (NDF), untuk membina dan memupuk kesadaran rakyat Filipinia agar melakukan sesuatu perubahan, telah menciptakan suatu tekad dan keinginan yang kuat didalam hati rakyat Filipina, sehingga menjadi dasar atas dukungan mereka terhadap penentangan yang dilakukan oleh sebagian elit biroklasi pemerintahan Marcos, untuk melakukan perubahan dan meraih kemerdekannya dengan jalan revormasi.
1.4    Munculnya Tokoh-Tokoh Elit
Munculnya kesadaran dan keinginan dari rakyat Filipina untuk melakukan suatu perubahan dan mendapatkan kemerdekaannya bukan tanpa sebab. Selain beberapa sebab yang telah di sebutkan diatas, faktor figuritas juga turut berpengaruh. Munculnya tokoh-tokoh elit baik dari kalangan politisi, birokrasi, atau pun tokoh religi. Baik secara langsung atau tidak, ikut memberikan andil dalam terwujudnya revolusi yang terjadi di Filipina     
    Munculnya Ninoy Aquino dan Evilio Javier sebagaai tokoh dari kalangan elit politik yang berani menentang kesewenang-wenangan Marcos, telah memotiiifasi rakyat Filipina untuk mendungnya. Sehingga ketika nyawa kedua orang tokoh itu melayang sebagai taruhannya, maka dengan serentak seluruh rakyat Filipina menunjukan simpatinya terhadap pengorbanan mereka berdua dan menumbuhkan keberaniannya untuk melanjutkan perjuangan mereka dalam menegakan demokrasi dan memperoleh kemerdekaan.
     Begitupun munculnya Juan Ponce Enrile dan Fidel V. Ramos sebagai tokoh dari kalangan elit biroklasi yang membangkang terhadap pemerintahan Marcos, telah membagi kubu Marcos dan militer di Filipina kedalam dua bagian, yaitu yang pro dan kontra terhadap penentangan yang mereka berdua lakukan. Sehingga hal tersebut memberikan peluang bagi rakyat Filipina untuk mewujudkan keinginannya dalam melakukan perubahan, yaitu dengan memberikan dukungannya kepada Enrile dan Ramos. Dan akhirnya berkat dukungan rakyat tersebut serta dukungan dari sebagian tentara Filipina yang turut bergabung, maka penentangan yang mereka berdua lakukan, yang pada awalnya berupa sikap mosi tidak percaya terhadap pemerintahan presiden Maecos, berubah menjadi sebuah revolusi yang membawa sebuah perubahan besar bagi seluruh rakuyat Filipina. Dan ternyata revolusi yang mereka lakukan tersebut berhasil di lakukan dan berjalan tanpa melalui sebuah kekerasan.
    Selain keempat tokoh yang telah disebutkan di atas, ada lagi seorang tokoh yang sangat penting dan berpengaruh dalam revolusi di Filipina, sehingga kehadirannya memberi ketenangan bagi masa yang mendukung revolusi dan menjadikan revolusi tersebut berjalan dengan damai. Dia adalah seorang tokoh masyarakat yang berasal dari kalangan agamawan. Keikutsertaannya dalam aksi telah memberikan dukungan moril dan keberanian kepada rakyat Filipina dalam melakukan aksinya. Tokoh tersebut adalah Kardinal Sin, pemimpin gereja Katolik di Filipina. Juga masih banyak lagi tokoh-tokoh lainnya yang belum disebutkan, namun mungkin kelima orang tokoh yang telah disebutkan diatas dapat mewakili seluruh kalangan elit di Filipina yang turut berperan dalam mewujudkan sebuah revolusi.
              
B. Maksud dan Tujuan Revolusi
Semua manusia mendambakan hidup merdeka, kemerdekaan itulah yang menjadi tujuan revolusi, bukan hanya sekedar tuntunan revormasi dalam system pemerintahan. Kemerdekaan yang dimaksud disini adalah sebuah situasi dimana terdapat peran serta atau partisipasi warga Negara dalam dunia publik. Kemerdekaan juga berarti membari setiap orang kemungkinan untuk mengambil insiatif, untuk memulai sesuatu yang baru dalam hidup, karena hakikat manusia senantiasa terbuka terhadap perubahan dan pembaharuan.
    Kemerdekaan dan kebebasan adalah sasaran puncak dari revolusi. Kebebasan adalah awal dari hal-hal yang baru. Ada suatu hubungan yang erat antara perjuangan pembebasan dan persoalan sosial menyangkut pandangan terhadap kemiskinan itu sendiri.
    Revolusi yang benar bukan merupakan suatu fenomena sosial atau ekonomi, melainkan politis, dalam artian suatu perjuangan untuk menumbuhkan  kebebasan dan kemerdekaan, dimana masyarakat mampu membentuk nasib mereka sendiri.
                 
4.Unsur-Unsur Dibalik revolusi damai
4.1 kerinduan akan kemerdekaan
merdeka dan bebas adalah hakikat yang melekat pada eksistensasi manusia. Seluruh hidup manusia merupakan perjuangan yang terus menerus untuk menjadi merseka. Demikian juga sasaran dari revolusi damai difilipina, dan semua revolusi yang terjadi di berbagai Negara di dunia yaitu kemerdekaan.
    Kemerdekaan yang menjadi sasaran akhir dari revolusi, tidak saja berakhir pada tuntunan reformasi dalam system pemerintahan. Kemerdekaan yang di maksud disini yaitu menginginkan ke ikutsertaan warga Negara di dalam berbagai segi kehidupan.
    Kemerdekaan dan aksi berkolresasi satu dengan yang lainnya. Tanpa adanya kemerdekaan, tidak mungkin berlangsung suatu aksi. Sebaliknya, tanpa aksi, kemerdekaan juga tidak akan ada, karena kemerdekaan terwujud secara konkret di dalam aksi.
    Kemerdekaan bukanlah kejadian yang ada di dalam pribadi seseorang. Kemerdekaan justru berada di dalam dunia public yang berjalanan beriringan bersama aksi, kemerdekaan juga tidak ditentukan oleh motif dan tujuan tertentu. Dengan demikian, kemerdekaan juga melawan segala gagasan determinasi histories.

4.2 semangat anti kekerasan
orang mengatakan bahwa dalam kemerdekaanitu ada kedamaian atau sebaliknya, dalam kedamaian ada kemerdekaan. Belajar dari revolusi damai yang terjadi di Filipina, tidak relevan lagi bertanya tentang bagaimana cara mencapai kedamaian, karena jawabannya sudah tentu yaitu, bahwa kedamaian dapat dicapai dengan jalan kedamaian pula. Kedamaian adalah tujuan yang hendak di capai, sekaligus jalan untuk meraihnya tanpa menggunakan kekerasan.
    Selama belasan tahun dibawah razim militer marcos, rakyat Filipina seakan diam dan menerima dengan pasrah berbagai perlakuan sewenang-wenang dari pemerintahan marcos. Namun, sesudah peristiwa pembunuhan terhadap ninoy aquino, maka hal itu telah membangkitkan amarah seluruh rakyat Filipina yang selama ini terpendam. Kita dapat melihat bagaimana dalam kurun waktu kurang lebih tiga tahun, yaitu dari tanggal 21 agustus 1983 pada saat ninoy aquino terbunuh hingga tanggal 25 februari 1986 pada saat terjadinya revolusi damai, dipenuhi dengan perubahan-perubahan yang terus menerus seakan mempersiapkan pada satu tujuan tertentu.
    Tujuan tersebut adalah kemerdekaan dan kedamaian yang di usahakan melalui cara damai, tanpa menggunakan kekerasan. Hal inilah yang menjadi semangat bagi seluruh rakyat Filipina, khususnya manila, sehingga revolusi yang mereka lakukan berlangsung secara damai tanpa terjadi peperangan dan pertumpahan

Tidak ada komentar: